Menyambut bulan "peregangan", "pelatihan", "peng-'anu'-an" atau bulan apapun itu dimana bulan ini mencakup didalamnya "pengampunan", "peng-hukuman", dan beribu kata lain dari "kemenangan"...
entah mengapa dari sejak awal mula aturan ini "diturunkan" ke manusia jumlahnya harus sebulan, entah teori dari mana seolah-olah manusia hanya butuh waktu 1 bulan untuk melakukan seluruh kegiatan pemutihan atau defregmentasi ini, padahal nominal waktu dalam bentuk kualitatif bentuknya sangat subjektif, seolah-olah manusia bisa digenerelisir dengan berbagai garis-garis pembenaran dibawahnya. Kenapa harus sebulan? mungkin jawabanya hanya se-sederhana " kenapa ngga ? "...
Berawal dari pembicaraan ringan sebelum pesen soto ceker tadi malam dengan sorang rekan, entar kesamber angin pantai mana tiba2 tercetus sebuah kalimat kotor "biasanya aku puasa ga mau maksa, kalo lapar atau haus ya minum ajah kaya anak sd,.... ga mau maksa, kalo maksa artinya ada nafsu dibelakangnya, yang artinya puasa kita sudah batal juga anyway.." sang rekan hanya menatap dengan pusing .... no comment..
sepulangnya, penggalan kata-kata ini bermain-main dipermukaan.
1. ada benarnya juga sih... tapi .. buan itukah intinya? belajar menahan semua keinginan, urge dan semua kebutuhan, judulnya "mengendalikan" sang binatang. pertanyaan berikutnya adalah: apakah iya.. mengendalikan "binatang" harus dengan kekerasan ? dengan re-straining dan semua wujudnya..??? tidak kah lebih indah dengan kasih sayang ?
2. ketika kita menahan semua keinginan ini, pada satu masa kita akan melihat diri kita yg lain muncul kepermukaan, bagian diri kita yang mungkin sama sekali ga kita kenal selama ini. Pernah ga berada dalam suatu kondisi terjepit dan pada saat itu kita akan menatap diri kita yg lain muncul kepermukaan, bedanya kondisi terjepit ini kali ini kita kondisikan...
mungkin juga sih...
3. hal2 yang harus di"tahan" ketika puasa: makan, minum, amarah dan lust. dimana semuanya ini bermuara pada satu kata "nafs" tapi sering kali NAFS yang sebenarnya sama sekali tidak berhubungan dengan makan, minum dan amarah maupun nafsu.
mungkin ini puasa sebenarnya yang 10.000 kali lebih sulit, bagaimana menahan atau mengendalikan NAFS walaupun kita sedang makan, minum, marah dan bernafsu... kenyataanya makan minum marah dan nafsu merupakan hal yg sangan alamiah for being a human, tapi "mengendalikan"-nya adalaj hal yg sulit..
4. apa yg akan terjadi ketika kita menahan nafsu tapi dengan nafsu juga? agak ironis bukan? kita seperti kehilangan "inti"-nya... walopun di kitab2 dan hadist-hadist dikatakan tentang menggunakan nafsu demi kebaikan. Sepertinya sebuah interpretasi yg agak aneh, mengendalikan nafsu dengan baik sepertinya terjemahan yang lebih tepat, again nafsu juga bukannya seperti sebuah penyakit kudis yang harus kita hindari, karena dia sudah menjadi template bagian dari standart operating sytem yang dimiliki oleh sesosok manusia bumi, sehingga nafsu ini lebih baik dikenali dengan baik sehingga dikemudian hari tidak akan mendaji biang kerok dalam perjalanan kita ini.
5. berniat puasa demi pemahaman dan kasih sayang JELAS jauh lebih kompleks dan sulit ketimbang hanya karena mengikuti tradisi turun temurun.
6. dan bagian terakhir yang paling complex dari semuanya dalam perjalanan kali ini adalah "membiarkan segala sesuatunya mengalir apa adanya.." seperti kembali jadi anak SD,.. tanpa beban, tanpa tuntutan, prasangka dan judgement. Karena ini lah yang dibilang kembali SUCI.. bukan dengan diamaafkannya semua dosa2 kita, bukan dengan terhapusnya dosa2 kita sebelumnya, tapi membiarkan diri kita kembali menjadi bayi, anak2.. dimana melakukan sesuatu purely tanpa beban dan membiarkannya mengalir... termasuk dalam puasa.. dan pada masa ini lah kita bisa berbangga mengaku-ngaku telah "menang"... karena kita telah berhasil telanjang tanpa mengenakan atribut dan jubah2, kharki2 megah.. ini lah kostum yang paling layak ketika idul fitri..
selamat menikmati....
halo gw baru baru baca, n suka dengan tulisan/pemikiran ini...salam kenal ya gw ada di FB mu....
ReplyDeleteLu'lu Imanullah