Sunday, February 12, 2006

sang kodok yang malang

sebel banget....
kenapa kadang-kadang bingkisan ikhlas yang menggantung diantara dua jari ini suka diartikan kotoran oleh sang kodok. Aku dianggap bermuatan dan mengharap pamrihnya?
bodoh,... segitu pentingnya kah dia merasa?
seperti pangeran dari balik cadar sutera?
padahal dalam mata bathinku ia hanya seekor kodok kusta
bersuara hanya bila ia ada maunya, dan menikmati keberadaannya sebagai seekor kodok yang bodoh
berlendir dan bersuara parau...
segitu pentingnya kah dia merasa?
bathin ku saja geli terpingkal menatap kelakuannya.
hahaha...

akh,.. tugasku hanya memberi, bukan mengomentari...
urusan torehan garis kaki lendirnya, hanya Dia yang akan mengajarinya
bagaimana menjadi seekor kodok yang bijaksana, Dia akan mengajarinya bagaimana caranya berhenti menoreh lendir dalam setiap lembar daun yang dihinggapinya.

ngomong apa aku ini ya?
sebijaksana seekor kodok, ia akan tetap menjadi seekor kodok.
sedewasa apa seekor kodok, ia akan tetap jadi kodok
kerja hidupnya hanya makan, bekerja, tujuannya hanya kawin dan kegiatannya hanya bersuara parau, mengganggu kawanan burung yang sedang tidur terlelap sehabis terbang menuju simurgh yang agung.

oh kodok yang malang...
kapan kau berhenti berlari dan mulai berpikir untuk belajar terbang ?
tak tau kah engkau kalau hidup ini hanya sebatas layangan yang ditarik oleh seutas benang?
bila kau tak belajar terbang, maka selamanya hidupmu tak berguna untuk diciptakan....

hai sang kodok, tak mungkin aku menunggumu melompat jauh!
bila kau sia-siakan kitab suciku, kembalikan sajalah ia padaku !
aku tak sudi membuang-buang kasih suciku untuk seekor kodok bau yang butuh genggam suci
kembalikan saja buku itu pada ku ! dan kau kembalilah saja sana pada kolam kecil mu yang sempit itu.
samudra hanya akan membuat mu sesak.
semoga simurg yang agung memberkatimu.

No comments:

Post a Comment